oi mbora
Cerita Rakyat Bima : Oi Mbora
Setelah Indra Zamrut resmi menjadi raja, maka ia tinggal terpisah
dengan adiknya Indra Komala. Indra Zamrut tinggal di singgasana
kerajaan. Sedangkan Indra Komala tinggal bersama Bicara Mbojo Ncuhi
Dorowuni. Hubungan kekeluargaan antara keduanya tidak mengalami
perubahan walau mereka berpisah dalam tugas dan wewenang. Tetapi
kenyataan yang dihadapi bahwa Indra Zamrut telah menjadi raja yang
disanjung dan dihormati oleh rakyat.
Pada waktu senggang keduanya tidak lupa akan pekerjaan dan kebiasaan
yang telah dilakukan pada masa persiapan bersama Ncuhi Parewa. Indra
Zamrut melanjutkan kebiasaan dan hobinya dalam hal memancing. Hampir
setiap tanjung di sepanjang teluk Bima menjadi tempat berteduh raja
Indra Zamrut.
Sedangkan Indra Komala melanjutkan berkebun dan berhuma. Hampir
setiap gunung, lembah dan ngarai ditapakinya. Dengan penuh ketabahan ia
mengajar dan mendidik rakyat untuk berladang dan berhuma. Ia termasuk
sosok yang ulet dan gigih dalam bekerja di tanah ladang.
Akan tetapi pada suatu ketika, tiba-tiba saja Indra komala ingin memancing. Keinginan itu disampaikan kepada Ncuhi Dorowuni.
“ Ayahanda, Saya ingin meminjam mata pancing kakakku raja Indra Zamrud.”
“ Kalau begitu pergilah ke istana dan pinjamlah pancing itu hanya untuk nanti malam. Besok akan aku buatkan pancingmu.”
“ Aku takut.” Indra Komala menunduk.
“ Kenapa mesti takut. Kalian bersaudara. Kau harus memberanikan diri
untuk memintanya dan tidak mungkin kakakmu tidak meminjamkan pancing
itu.” Ncuhi Dorowuni meyakinkan.
Maka malam itu Indra Komala memberanikan diri untuk menghadap
saudaranya Indra Zamrut untuk meminjam pancing beserta perlengkapannya.
Permohonan Indra Komala dikabulkan dan Indra Zamrut memberikan pancing
itu. Tetapi Indra Zamrut menitip pesan.
“ Jaga dan rawatlah pancing ini, sebab ia adalah mata pencaharianku bersama ayah kita Ncuhi Dara.”
“ Segala titah akan adinda laksanakan.”
Pada malam itu juga Indra Komala pergi melaut. Ia berteduh dan
mangkal di Doro Tumpu. Beberapa saat lamanya ia menunggu pancingnya di
tempat itu, namun tiada satupun ikan yang terjaring. Ia menjadi kesal
dan tak sabar. Lalu berpindah ke arah sebelah barat. Tiada beberapa saat
lamanya ia melemparkan pancingnya, disambarlah oleh seekor ikan besar.
Dan demkianlah selanjutnya sehingga tertangkap beberapa ekor ikan. Indra
Komala senang bukan kepalang.
Di tengah-tengah kegirangannya itu, tiba-tiba muncul seekor ikan yang
sangat besar yang menyambar lagi. Indra Komala berusaha sekuat tenaga
untuk menariknya. Tetapi ikan itu tidak bergerak mendekat. Dengan segala
kekuatan dan tenaga dicoba lagi, namun benang pancing yang putus. Ikan
itu secepat kilat menghilang bersama mata pancing di mulutnya.
Kejadian yang tidak disangka-sangka itu membuat kesenangan yang
sedang dinikmati sirna seketika. Bertukar rasa kecewa, bercampur rasa
takut. Dan rasa itu semakin menjadi-jadi setelah disadari dan diingat
pesan kakaknya raja Indra Zamrut. Apalagi pancing itu adalah pancing
kesayangannya.
Indra Komala menangis tersedu-sedu. Matanya berkaca-kaca. Lalu ia
berjalan pulang dan menemui kakaknya raja Indra Zamrut yang pada saat
itu berada di rumah Ncuhi Dara. Dalam kepanikan itu Indra Komala
menghadap dan melaporkan kejadian yang dialaminya. Raja Indra Zamrut
berang dan berkata :
“ Wahai adindaku Indra Komala, alangkah sedihnya hatiku mendengar
berita ini. Engkau telah mahfum bahwa pancing itu adalah pancing
kesayanganku dan mata pencaharianku bersama Ncuhi Dara. Kau harus
mendapatkan pancing itu kembali. Kalau tidak kau harus menggantinya
dengan yang lebih bagus lagi atau kau tebus.”
Ternyata mata pancing itu disambar oleh raja ikan. Dengan segala
kekuatan yang dimilikinya indra komala mengunjungi istana raja ikan yang
berada didasar laut yang berlokasi ditanjung TORO RUI LONDE (Bima Toro =
Tanjung Rui = Tulang = Londe = Ikan Bandeng ) Raja ikan itu moncongnya
bengkak . Indra komala mengobatinya dan tak lama kemudian ikan itupun
sembuh. Sedangkan mata pancing yang hilang itu dapat ditemukan lagi.
Meski demikian, masalah pancing tersebut tidak berhenti sampai di
situ saja. Raja Indra Zamrut merasa lega dan puas, tetapi sebaliknya
tidak terjadi pada Indra Komala. Ia ingin membalas kepada Raja Indra
Zamrut agar merasakan pula beban dan kesulitan sebagaimana yang ia
alami. Untuk maksud tersebut disusunlah akal dan rencananya dengan Ncuhi
Dorowuni untuk menjebak raja Indra Zamrut. Indra Komala ingin membalas
kedongkolannya.
Rencana dan siasat disusun sedemikian rupa agar raja tidak diberi
kesempatan untuk mencermati layaknya seperti seorang raja. Rencana dan
siasat itu sangat pribadi dan menyentuh perasaan dua bersaduara yang
hidup di rantauan.
Apakah gerangan rencana dan siasat itu ?
Indra Komala berpura-pura sakit keras agar Indra Zamrut
menjenguknya. Ncuhi Dorowuni disuruh untuk menyampaikan berita sedih
itu. Sedangkan Indra Komala menyiapkan sebakul biji wijen yang diletakan
pada lantai bambu yang sengaja dilepaskan ikatannya. Bila tersentuh
sedikit saja akan goyang dan biji wijen itu akan tumpah.
Dengan langkah tergopoh-gopoh Ncuhi Dorowuni dan napas terengah-engah
disertai mimik yang sengaja diatur sedemikian rupa menghadap raja Indra
Zamrut untuk menyampaikan berita duka itu.
Mendengar laporan itu, dan sesuai amanat yang
disampaikan Ncuhi Dorowuni terlintas pikiran raja Indra Zamrut bahwa
Indra Komala akan meninggal dunia dan bermaksud menjenguknya. Tanpa
berpikir panjang, Indra Zamrut langsung melompat dari singgasananya dan
menuju tempat dimana Indra Komala tengah berbaring menahan sakit. Indra
Komala berpura-pura tidak menyambut kedatangan raja. Perhatiannya hanya
tertuju pada perangkap yang dipasangnya. Dalam keadaan tergesa-gesa,
lantai bambu yang goyah tadi terinjak. Bakul wijen jatuh, lalu tumpahlah
seluruh isinya.
Tiba-tiba saja Indra Komala menyapa raja Indra Zamrut bahwa bakul itu jatuh dan isinya tumpah seraya berkata :
“ Saya mohon agar kakanda raja mengumpulkan kembali seluruh biji wijen yang bertebaran di tanah.”
Permintaan Indra Komala dipenuhi. Dengan segala kesaktian yang ada
padanya, Indra Zamrut memanggil semua jenis burung untuk membantu
mengumpulkan biji wijen itu. Namun Indra Komala masih meragukan bahwa
semua biji wijen itu terkumpul semuanya. Ia yakin bahwa masih ada satu
atau dua biji wijen yang belum terkumpulkan. Lalu ia ingin membuktikan
keyakinannya itu dengan menyiramkan air pada tempat wijen yang tertumpah
tadi. Ternyata ada beberapa batang wijen yang tumbuh. Sambil menunjuk
kepada batang wijen yang tumbuh tadi, ia berkata:
“ Hai Saudaraku Raja Indra Zamrut, penghidupanku tinggal itu jua.”
Raja Indra Zamrut menjawab dan bersedia untuk kedua kalinya
menggantikan wijen yang tumbuh pada saat itu juga. Namun Indra Komala
menolak. Ia menegaskan bahwa biji wijen yang tumbuh tadilah yang
diinginkannya. Dari penuturan Indra Komala, Indra Zamrut menjadi sadar
bahwa itu hanyalah sebuah jebakan. Kehilangan mata pancing dan sikap
kerasnya adalah penyebanya. Rupa-rupanya Indra Komala ingin membalas
dendam.
Sejenak ia berpikir, bahwa pembalasannya tidak kepalang tanggung.
Sesuatu hal yang tidak mungkin dan mustahil terjadi untuk membijikan
kembali biji wijen yang sudah tumbuh menjadi batang. Betapapun saktinya
Raja Indra Zamrut. Ibarat mengalirkan kembali air ke udik. Tindakan
balas dendam itu dinilainya tidak seimbang dan tidak jujur. Itulah yang
terus menjadi bahan pemikiran dan perenungannya.
Tanpa sepengetahuan Ncuhi Dorowuni, Indra Komala melangkahkan kaki
kearah timur wilayah Mbojo Na’e. Di sana tepatnya pada sebuah mata air,
Indra Komala menenggelamkan diri hingga mati dan menghilang. Raja Indra
Zamrut mengabadikan tempat kejadian yang menyedihkan itu dan untuk
mengenang saudaranya Indra Komala , mata air itu diberi nama OI MBO
atau OI MBORA. Hingga kini tempat itu masih ada dan berada di OI MBO
dalam lingkungan kelurahan Kumbe Kecamatan Rasanae Timur Pemerintah Kota
Bima. ( OI = Air MBORA = Hilang ).
T a m a t
jangan lupa di koment.....
Komentar